Jumat, 21 Oktober 2011

Jangan Tonton Film Jelek


Solo, CyberNews. Banyak potensi yang dimiliki Indonesia untuk mengembangkan industri perfilman. Namun perlu dukungan dari masyarakat secara luas dan salah satunya jangan menonton film jelek.
"Saat ini banyak film Indonesia yang masih berkutat pada humor dan seks. Jangan tonton film jelek, untuk mendukung perkembangan perfilm-an Indonesia," kata Produser Riri Riza saat ditemui Suara Merdeka CyberNews, seusai memberikan seminar pada acara Festival Kesenian Indonesia (FKI) VII di Insitut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Jumat (14/10).
Pria yang bernama lengkap Muhammad Rivai Riza ini mengatakan cara itu merupakan langkah nyata yang bisa dilakukan bagi masyarakakat awam. Upaya yang lebih konkrit bisa dilakukan oleh kaum akademisi. Diantaranya membuat jurusan pendidikan perfilm-an, sebagaimana yang dimiliki oleh Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Menurutnya di beberapa negara yang industri perfilm-annya maju didukung keberadaan jurusan film di semua universitasnya.
Tak hanya di jenjang universitas. Cara lainnya adalah memberikan pendidikan perfilm-an bagi siswa menengah. Langkah ini diharapkan bisa mencetak tenaga-tenaga asisten editor, penata lampu, yang profesional. Selain itu juga memberikan pendidikan tentang kajian sejarah film.
Dia mengharapkan, masing-masing daerah di tanah air juga memberikan kontribusi bagi perkembangan film tanah air. Caranya dengan membentuk komunitas film dan mengikuti festival film. Diharapkannya, festival film ini tidak hanya diadakan di kota-kota tertentu saja, melainkan semua kota. "Pertumbuhan film sekarang sangat lambat. Infrastruktur harus dibenahi dengan memberikan workshop-workhsop.  Dan pastinya ada dukungan dari pemerintah," katanya.
Sementara itu, Asia Africa Programmes Consultant, Philip Cheah, mengatakan Indonesia memiliki potensi yang sangat kuat untuk mengembangkan industri filmnya. Hal ini ditujunkan dengan bakat-bakat pemain yang dimiliki. Menurutnya dalam pengembangan film harus didasarkan pada kondisi yang ada di masyarakat setempat.
"Film yang baik harus memiliki pesan yang akan disampaikan pada masyarakatnya," kata Philip.
( Hanung Soekendro / CN27 / JBSM )

Slamet Rahardjo: Sineas Angkat Kebudayaan Nusantara



SURAKARTA, KOMPAS.com--Sineas Slamet Rahardjo mengatakan para pelaku seni perfilman di Indonesia harus mengangkat potensi kebudayaan di kepulauan Nusantara untuk menunjukkan kekayaan alam Indonesia.
"Pelaku seni khususnya perfilman harus sadar bahwa bangsa ini adalah bangsa yang kaya dan kita harus berbangga untuk menanamkan Bhineka Tunggal Ika pada generasi sekarang," kata Slamet Rahardjo di sela kegiatan Festival Kesenian Indonesia di Institut Seni Indonesia Surakarta, Jumat.
Menurut Slamet, film merupakan salah satu bentuk seni yang berbeda dibandingkan jenis seni lainnya sehingga membuatnya memiliki daya pengaruh yang luar biasa besar kepada penikmatnya.
"Film adalah ilmu pengetahuan sinematografi yang berkaitan dengan pengkodean tentang sesuatu hal. Film bisa menjadi media yang tepat untuk menunjukkan kekayaan Indonesia ke mata anak bangsa," kata dia.
Aktor senior itu pun mengapresiasi film lawas "Darah dan Doa" karya Usmar Ismail yang merupakan salah satu film pertama di Tanah Air yang melakukan pendekatan kemanusiaan dalam alur ceritanya.
"Seni film tidak hanya bisa didekati dengan rasa saja. Film juga berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang harus diberikan kepada penikmatnya," kata dia.
Slamet mengatakan saat ini perfilman Indonesia cenderung mengalami "go global" dan tidak menunjukkan kekayaan nusantara.
Salah satu indikasi yang terlihat, kata dia, adalah judul-judul film karya sutradara muda yang menggunakan bahasa asing dan tidak membentuk pengetahuan tentang Indonesia bagi khalayak.
Para pelaku sinema pun, menurut dia, telah mengalami pola konsumerisme yang terlihat dari budaya kerja instan sehingga hasil film pun menjadi tidak maksimal.
"Konten film Indonesia saat ini menjadi lemah dan sinema yang disuguhkan menjadi di bawah standar," kata dia.
Salah satu hal yang dapat dilakukan, lanjut dia, adalah memperjelas fungsi sekolah tinggi seni sebagai pencetak para seniman.
"Jika para seniman akan dicetak menjadi intelektual seni maka fungsi sekolah tinggi seni bagi pencetak seniman yang akan menyelamatkan kesenian Tanah Air akan menjadi sulit," kata dia.
Dukungan pemerintah pun, lanjut dia, harus tetap diupayakan dengan tidak mengonsentrasikan pengembangan kesenian pada kebudayaan semata dan mulai merambah ke dunia perfilman yang bibit potensi mudanya mulai berkembang di Tanah Air sejak beberapa tahun belakangan.Jodhi Yudono | Minggu, 16 Oktober 2011 | 02:40 WIB

Minggu, 02 Oktober 2011

BIDANG SENI FILM

A.    Latar Belakang

KARYA FILM merupakan hasil persenyawaan kreatif dari berbagai disiplin ilmu dan inspirasi utamanya adalah kehidupan. Frame dalam film memiliki arti yang sama dengan garis bawah pada karya tulis jika ingin memberi penekanan maksud. Dengan demikian karya film yang bentuknya merupakan rentetan frame, dapat pula diartikan sebagai sebuah rangkaian penekanan maksud yang memiliki logika dan dinamika yang lebih dinamis dibanding peristiwa kehidupan nyata yang menjadi inspirasinya. Maka tidaklah perlu dipertanyakan lagi bahwa karya film merupakan media yang memiliki daya pengaruh yang tinggi. Kebenaran dalam karya film dirasakan lebih benar dibanding kebenaran yang sebenarnya.
     Menyadari kenyataan ini, maka Bidang Seni Film, memiliki misi penting dalam kenduri kesenian nasional ini untuk mempengaruhi masyarakat kesenian, pendidikan maupun umum agar memberi perhatian khusus pada maksud dan tujuan FESTIVAL KESENIAN INDONESIA VII-2011 yang mengusung tema “THE VOICE OF ARCHIPELAGO”
“THE VOICE OF ARCHIPELAGO” diartikan sebagai resonansi dimensi kebudayaan negara kepulauan yang terletak diantara benua Asia dan Australia. Keunikan masyarakat dari negara kepulauan tersebut adalah; kemampuan melihat keindahan dari berbagai perbedaan sebagai sebuah anugerah yang pada akhirnya membentuk wawasan budaya dengan dasar adanya persamaan cara memandang dalam melihat kenyataan antropologis, geografis dan sosiologis yang mereka miliki.
      WAWASAN BUDAYA ini membentuk keinginan untuk melakukan penyatuan gerak dan langkah dalam menjalankan kehidupan dan kemudian mereka sepakat membentuk KAWASAN POLITIK yang bernama Nusantara. Daerah teritorial Nusantara  mencakup kawasan negara-negara yang saat ini menyatu dalam rumpun Asean.
Berdasarkan makna dari tema Festival Kesenian Indonesia VII – 2011, maka Bidang Seni Film merasa perlu untuk mengundang para pembuat film dari berbagai Sekolah Tinggi/Institut Seni di Indonesia maupun dari kawasan Asean,

B. Tujuan
    1.  Mampu menumbuhkan apresiasi seni dalam bidang pertelevisian dan film
    2.  Menjadikan ajang diskusi dan kreatifitas seni audiovisual.
    3.  Sebagai ajang apresiasi film/ sinematografi dan dokumenter
    4.  Terjalinnya kerjasama dengan penyelenggara institusi pendidikan perguruan tinggi seni media
         rekam dan perfileman di kawsan ASEAN
    5.   Menumbuhkan insan seni film untuk lebih kreatif.
    6.   Mendorong tumbuh kembangnya komunitas film pada mahasiswa.

SEMINAR INTERNASIONAL FILM (14 Oktober 2011)

     SEMINAR INTERNASIONAL – Mengerucut pada kepentingan perlunya membentuk hubungan kerjasama Sekolah Tinggi Seni dengan Industri film setempat maupun di kawasan Asean. Pembicara terdiri para pakar, pengamat, pengelola festival film di kawasan Asean serta negara peserta lainnya. Nama-nama yang telah terdaftar adalah; Philip Cheah dari Singapura, Hasan Muthalib dari Malaysia, Slamet Rahardjo dari Indonesia dan Dekan Fakultas Film beserta wakilnya dari California Institute Of The Art (USA)

Tanggal 14 Oktober 2011
Tempat: Teater Kecil ISI Surakarta
Waktu : 09.00 WIB sd. 16.00 WIB